New Zeeland Versi Sankar
Yang Menjadi Saksi
Selasa ( 27/12) merupakan hari yang paling
ditunggu bagi para sangga kerja dan para calon bantara yang ingin bergabung
dengan Sankar. Walaupun hanya berselang kurang lebih enam hari, baik sangker
maupun caba tetap semangat melalui tahapan setelah pembayatan tersebut. Dan
sekali lagi, empat jempol buat 61 panitia juga calon bantara 2011! J
Desa Sinila Karang Moncol dipilih panitia
untuk melaksanakan pemantapan. Dengan pemandangan yang sangat eksotis, dimana
lapangan tersebut berada di ketinggian yang menyuguhkan gagahnya barisan bukit
nan hijau begitu jelas saat pertama kali menapakiya. Belum lagi jalan berliku
dan berbatu yang dibutuhkan perjuangan ekstra untuk sampai ke tempat, menjadi
terbayar lunas dengan pemandangan sangat indah tertuju langsung kearah kota
yang tepat berada di bawah desa tersebut. New
Zeeland versi Sankar disebutnya.
“Ada yang mau pulang?’ Pertanyaan wajib
yang hampir selalu didengar oleh 32 peserta pemantapan (6 putri mundur karna
berbagai hal). Pertanyaan yang apabila dijawab, “siap! Ada” akan sangat
menyesal nantinya. Bagaimana tidak? Setelah long
march melewati medan yang cukup berat, mandi keringat, kelelahan dan
kecapaian mereka akan pulang dengan tangan hampa? Tidak! Itu bukan mental
bantara. Jadi, sesulit apapun yang terjadi, pulang sebelum waktunya adalah perbuatan
konyol.
Hari pertama dilalui dengan kelahan
ekstra. Mental yang terus digembleng dengan segenap ketegasan yang dikeluarkan
oleh panitia, diharapkan mampu mengurangi sikap manja dan mementingkan diri
sendiri yang selama ini mereka miliki. Tetap semangat! Adalah kunci menghadapiu
tahapan yang belum selesai merka ikuti. Masih ada dua hari yang panjang
sekaligus melelahkan menanti mereka.
Wide game hari kedua (Rabu, 28/12) bisa
disebut kompleks acara pemantapan tahun ini. Lewati bukit, lewati lembah curam,
jalan yang licin, bebatuan sungai dan jalan setapak yang sangat menanjak
dipersembahkan sanga kerja khusus untuk 32 calon bantara. Ada segelitik kekhawatiran
yang sempat menganggu, bagaimana dengan keselamatan para peserta? Namun dengan
do’a, tekad dan keyakinan bahwa para peserta bisa melewatinya dengan baik
semuanya berjalan lancar. Melalui 8 pos dengan selamat meskipun ada sedikit
drama mengharukan di pos 4 yaitu pos kepemimpinan.
Hujan turun menyambut sore usai adventure. Lelah, namun harus tetap
semangat dan bertahan karena masih ada satu hari yang juga tak mudah. Malamnya,
peserta diungsikan di SD yang jaraknya tak terlalu dekat namun cukup terjangkau
untuk melaksanakan kegiatan LCTP, evaluasi seperti biasa setelah seharian kegiatan,lalu istirahat
untuk menyambut klimaks pemantapan esok hari. Hingga pukul 02.00 dini hari,
caba dibangunkan walau dengan kondisi tubuh yang meletihkan.
Acara dimulai dengan membagi caba
persangga. Tutup mata dengan slayer MPP, berjalan mengitari lapangan, merayap,
ditakut-takuti, penuh dengan teriakan, tepuk-tepuk dan suara-suara lain untuk
mengawali pencarian TKU. Hingga akhirnya, satu persatu sangga dibawa menuju
lokasi untuk melakukan pencarian. Sepasang Tanda Kecakapan Umum diletakan
mengitari satu lilin pada sebuah plastik bening berisi foto dan nama calon
bantara yang ditulis menggunakan singkatan. Intruksi yang diberikan adalah, “silakan
temukan sesuatu yang kalian inginkan, yang membuat kalian ada disini. Dan ingat
sesuatu itu haruslah sesuai dengan nama kalian. Dalam hitungan sepuluh”. Berlari, para calon bantara itu mencoba
menemukan apa yang dimaksud dengan ‘sesuatu yang kalian inginkan’. Dan begitu
tau hal itu adalah sebuah TKU Bantara, mereka tak ingin gagal, mereka harus
dapatkan itu. Namun, sekali lagi tetap ada yang tidak mendapatkan. Padahal itu
merupakan benda yang lebih penting ketimbang beluluk bagi seorang calon bantara
pada saat pembayatan. Akhirnya acara selesai, yang memperoleh dan tidak dipisah untuk sementara.
Usai Baksos, acara dilanjut dengan
evaluasi pencarian TKU. Sekitar pukul 09.00 pagi, kakak kelas XII mengisi pada
kelompok caba yang tidak memperoleh TKU. Memberi motivasi agar tetap menjadi
pandu tanpa TKU. Beberapa diantara mereka menangis, mengingat harus berpissh
dengan teman seperjuangan sebelum dan selama pemantapan. Sementara dibelakang
barisan, terdapat kelompok yang mendapat TKU. Dalam hal ini, baik yang
memperoleh maupun yang tidak sama-sama merasa tak rela bila 32 tidak
mendapatkan TKU setelah melewati tahapan demi tahapan. Namun di balik itu,
sebuah konsep telah dimatangkan untuk segera dilaksanakan. Tanpa sepengetahuan
kelompok yang tidak mendapat TKU, memberi amanat kepada mereka yang memperoleh untuk
menyerahkan Tanda Kecakapan Umum tersebut kepada pemilik nama yang tercantum
pada balok bantara itu asal mereka tidak memberitahukan perihal tersebut.
Membiarkan mereka yang tidak memperoleh mengetahuinya sebagai TKU milik teman
mereka.
Kemudian, kedua kelompok saling
berhadapan. Mendengarkan motivasi dari Kak Anjar yang merupakan alumnus dan
sang motivator. Saling berhadapan dengan air mata yang tak henti mengalir,
mengingat perjuangan yang membuat mereka terjatuh bahkan hampir putus asa,
namun dengan semangat kebersamaan mereka bisa melewati semua. Apakah hanya
dengan tidak mendapatkan balok itu harus terpisah? Bukankah itu hanya sebuah
peruntungan? Yang terpenting adalah perjuangan juga kebersamaan. Itulah
kira-kira yang terbesit dalam hati calon bantara.
Lalu prosesi penyerahan Tanda Kecakapan
Umum tingkatan Bantara berlangsung mengahrukan, bahkan ada kakak kelas yang
menitikan air mata. Seperti dugaan sebelumnya mereka yang tidak memperoleh
mengetahuinya sebagai TKU milik teman yang diamanati untuk menyerahkan benda
tersebut. Sempat terjadi penolakan secara serempak. Mereka yang sudah tenang
setelah diberi motivasi oleh kakak kelas XII kenbali terguncang, antara ingin dan
merasa itu bukan miliknya. Suasana menjadi sedikit gaduh juga penuh haru,
kemudian sebuah intruksi menyuruh mereka semua diam dan mendengarkan.
“Sekarang, silakan pegang TKU yang teman kalian serahkan. Pegang sekarang!”
Semua menurut untuk memegang balok
bantara itu dengan setengah hati. “Semua
sudah memegangnya? Baik, sekarang silakan lihat bagian belakang TKU dan baca
nama yang tertera disana”. Air mata kembali tumpah begitu mengetahui nama di
balik Tanda Kecakapan Umum itu adalah namanya sendiri. Sebuah kejutan manis
yang diberikan sedikit dari panita untuk perjuangan mereka. Melalui teman
seperjuangannyalah mereka berhak atas TKU tersebut, melalui kebersamaan pulalah
mereka bisa ada dipemantapan dan saling berpelukan karena perasaan terharu yang
memuncak.
Acara dilanjut dengan membuat barisan lingkaran dimana kelas X dan kelas
XI berangkulan bersama. Berdoa untuk kemajuan juga kejayaan ambalan Jendral
Achmad Yani – Raden Ajeng Kartini yang
dipimpin oleh ketua pemantapan 2011 sekaligus wakil pradana putra Kak Irfan.
Banyak harapan yang kakak kelas XII gantungkan pada penerusnya nanti. Harapan
agar Sankar bisa menjadi lebih baik, harapan agar Sankar tetap gagah dimata
pihak sekolah serta ambalan luar. Usai berdoa, kegiatan selanjutnya adalah
upacara penutupan, bongkar tenda dan
sayonara New Zeeland versi Sankar!
Perjalanan yang memakan waktu sekitar satu
jam menjadi sangat singkat dengan nyanyian lagu kebanggan Sankar dan lagu
Pramuka lainnya. Kulit menjadi hitam? Itulah resiko menjadi seorang Pramuka,
yang terpenting adalah menjadi seorang pandu merupakan pilihan. Karena setelah
memasuki dunianya, kau akan tau bahwa tahapan menjadi seorang bantara adalah
kesulitan yang tidak seberapa ketika tanggung jawab ada dipundak. Pramuka riang
dan sabar, guna bakti pada bunda pertiwi. Satyaku Kudarmakan, Darmaku Ku
baktikan…
“KAMI
BERJANJI,
KAMI
AKAN MEMAJUKAN PRAMUKA SMK NEGERI 1 PURBALINGGA…
SANKAR…..
JAYA….”
0 komentar:
Post a Comment